Makalah Landasan Ilmiah Ilmu Pendidikan
LANDASAN SEJARAH PENDIDIKAN
Disusun oleh Kelompok 3:
1. Candra Sihotang (8136121004)
2. David Eklesia Octoria (8136121005)
Dosen Pengampu : Dr. R. Mursid, M.Pd
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Secara umum, pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Feriana, 2013).
Tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang Pancasilais yang dimotori oleh pengembangan afeksi, seperti sikap suka belajar, tahu cara belajar, rasa percaya diri, mencintai prestasi tinggi, punya etos kerja, kreatif dan produktif, serta puas akan sukses yang akan dicapai (Pidarta, 2007).
Pendidikan adalah mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama dengan sebaik-baiknya (Kusumawati, 2008). Dari kutipan tersebut kita dapat mengetahui bahwa pendidikan tidak lepas dari sejarah dan pendidikan merupakan pewarisan budaya dari generasi ke generasi sebagai transformasi inormasi generasi muda dalam proses pendewasaan berdasarkan pengalaman yang diperoleh dengan bercermin dari sejarah tersebut untuk menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Sejarah juga memberikan suatu landasan atau titik tolak terjadinya berbagai peristiwa yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Oleh sebab itulah sejarah memberikan landasan bagi kaum pelajar atau praktisi kehidupan mengamati dan mengubah dunia, baik pada masa sekarang, maupun untuk masa-masa yang akan datang. Selain itu antara sejarah pendidikan dengan perkembangan pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat kaitannya, karena dengan kita mengetahui sejarah kita dapat mengetahui keadaan yang lampau sehingga kita bisa bercermin dari keadaan itu serta memberi penjelasan untuk masa sekarang dan memprediksi langkah-langkah selanjutnya untuk masa yang akan datang agar tidak stagnan atau bahkan mengalami kemunduran.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dijabarkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Apakah pengertian sejarah?
2. Bagaimanakah landasan sejarah pendidikan nasional Indonesia?
3. Bagaimanakah implikasinya dalam praktek pembelajaran bidang studi?
4. Bagaimana implikasi sejarah terhadap konsep pendidikan nasional indonesia?
1.3 Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian sejarah.
2. Untuk mengetahui landasan sejarah pendidikan nasional Indonesia.
3. Untuk mengetahui implikasinya dalam praktek pembelajaran bidang studi.
4. Untuk mengetahui implikasi sejarah terhadap konsep pendidikan nasional indonesia.
1.4 Manfaat Penulisan
a. Manfaat teoritis
Pembahasan makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu dan pengetahuan kepada semua yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, khususnya mahasiswa Teknologi Pendidikan.
b. Manfaat praktis
Diharapkan menjadi masukan kepada para pelaku pendidikan dan juga kepada para pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan agar dapat memanfaatkannya dalam pengembangan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sejarah
Yang dimaksud dengan sejarah/historis adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007: 109).
Yang dimaksud dengan landasan historis pendidikan adalah sejarah pendidikan di masa lalu yang menjadi acuan terhadap pengembangan pendidikan di masa kini.
2.2 Landasan Sejarah Pendidikan Nasional Indonesia
Landasan historis pendidikan Nasional Indonesia tidak terlepas dari sejarah bangsa indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Pada akhirnya bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Para pendiri negara kita merumuskan negara kita dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi 5 prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
Jadi, secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Konsekuensinya, Pancasila berkedudukan sebagai dasar filsafat negara serta ideology bangsa dan negara, bukan sebagai suatu ideology yang menguasai bangsa, namun justru nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif. Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.
Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau (Pidarta, 2007: 110). Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Sejarah telah memberi penerangan, contoh, dan teladan bagi manusia dan diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban manusia itu sendiri di masa kini dan masa yang akan datang.
Berikut ini adalah pembahasan landasan sejarah kependidikan di Indonesia yang meliputi:
2.2.1 Sejarah Pendidikan Dunia
Sejarah pendidikan dunia yang memberikan pengaruh pada pendidikan zaman sekarang meliputi zaman-zaman: (1) Realisme, (2) Rasionalisme, (3) Naturalisme, (4) Developmentalisme, (5) Nasionalisme, (6) Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme, serta (7) Sosialisme.
1. Zaman Realisme
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh penemuan-penemuan ilmiah baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan dunia pula, berbeda dengan pendidikan-pendidikan sebelumya yang banyak berkiblat pada dunia ide, dunia surga dan akhirat. Realisme menghendaki pikiran yang praktis (Pidarta, 2007: 111-114). Menurut aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi penginderaan (Mudyahardjo, 2008).
Tokoh-tokoh pendidikan zaman Realisme ini adalah Francis Bacon dan Johann Amos Comenius. Sedangkan prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan pada zaman ini meliputi:
a) Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran,
b) Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri,
c) Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan,
d) Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak,
e) Pelajaran harus diberikan satu per satu, dari yang paling mudah,
f) Pengetahuan diperoleh dari metode berpikir induktif (mulai dari menemukan fakta-fakta khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan simpulan) dan anak-anak harus belajar dari realita alam,
g) Pendidikan bersifat demokratis dan semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar (Pidarta, 2007: 112).
2. Zaman Rasionalisme
Tokoh pendidikan pada zaman ini pada abad ke-18 adalah John Locke Aliran ini memberikan kekuasaan pada manusia untuk berfikir sendiri dan bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya sendiri dan bertindak untuk dirinya. Paham ini muncul karena masyarakat dengan kekuatan akalnya dapat menumbangkan kekuasaan Raja Perancis yang memiliki kekuasaan absolut. Teorinya yang terkenal adalah leon Tabularasa, yaitu mendidik seperti menulis di atas kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimilikinya manusia digunakan untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Teori yang membebaskan jiwa manusia ini bisa mengarah kepada hal-hal yang negatif, seperti intelektualisme, individualisme, dan materialisme (Pidarta, 2007: 114).
Menurut John Locke ada tiga langkah dalam proses belajar mengajar, yaitu:
a) Mengamati hal-hal yang ada di luar diri manusia
b) Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan
c) Berpikir (Pidarta, 2007: 114)
3. Zaman Naturalisme
Pada abad ke-18 muncullah aliran Naturalisme Sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan yang tidak wajar sebagai akibat dari Rasionalisme, seperti gaya hidup yang diperhalus, cara hidup yang dibuat-buat sampai pada korupsi, anak-anak dipandang sebagai manusia dewasa yang kecil. Naturalisme menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati (Pidarta, 2007: 115).
Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri (Mudyaharjo, 2008). Menurut Rousseau ada tiga asas mengajar, yaitu:
a) Asas pertumbuhan, pengajaran harus memberi kesempatan untuk anak-anak bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka sesuai dengan kebutuhannya
b) Asas aktivitas, melalui bekerja anak-anak akan menjadi aktif yang akan memberikan pengalaman, yang kemudian akan menjadi pengetahun mereka
c) Asas individualitas, dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang sesuai dengan alamnya sendiri (Pidarta, 2007: 116).
4. Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Pestalozzi, Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall (Pidarta, 2008: 116).
Konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini meliputi:
a) Mengaktualisasi semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat sosial manusia (Pidarta, 2007:119).
b) Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak (Pidarta, 2007: 120) yang melalui observasi dan eksperimen (Mudyahardjo, 2008)
c) Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang baik (nurture) (Rohmawati, 2008).
d) Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan pengembangan pendidikan universal (Mudyaharjo, 2008).
5. Zaman Nasionalisme
Zaman nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai upaya membentuk patriot-patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis. Tokoh-tokohnya adalah La Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat).
Konsep pendidikan yang ingin diusung oleh aliran ini adalah:
a) Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara,
b) Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan,
c) Materi pelajarannya meliputi: bahasa dan kesusastraan nasional, pendidikan kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi Negara, dan pendidikan jasmani (Rohmawati, 2008).
Akibat negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme, yaitu kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebih-lebihan di beberapa Negara, seperti di Jerman, yang akhirnya menimbulkan pecahnya Perang Dunia I (Pidarta, 2007: 121).
6. Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme.
Zaman ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam bidang ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang berkuasa yang kemudian mengarah pada individualisme. Sedangkan positivisme percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap agama semakin melemah. Tokoh aliran positivisme adalah August Comte (Pidarta, 2007: 120).
7. Zaman Sosialisme
Aliran sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap dampak liberalisme, positivisme, dan individualisme. Tokoh-tokohnya adalah Paul Nartorp, George Kerchensteiner (jerman), dan John Dewey (Amerik Serikat). Menurut aliran ini, masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Nartorp mengatakan individu itu ibarat atom-atom yang tidak memiliki arti bila tidak berwujud benda. Begitu pula individu sebenarnya tidak ada, sebab individu adalah suatu abstraksi saja dari masyarakat. Karena itu sekolah harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial (Pidarta, 2007: 121).
2.2.2 Sejarah Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka (Pidarta, 2007: 125). Rohmawati (2008) menguraikan masing-masing zaman tersebut secara lebih terperinci.
Berikut ini adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
1. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha (Purba)
Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika, secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut (Mudyahardjo, 2008).
Jika kita mengamati sejarah tentang borobudur merupakan warisan sejarah yang bisa kita gunakan sebagai perbandingan perkembangan pendidikan pada masa itu dengan masa sekarang. Borobudur adalah candi budha terbesar pada abad 9, yang berukuran 123 x 123 meter serta terdiri dari 1.460 relief dan 504 stupa. Borobudur setelah dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
Berdasarkan keterangan di atas Borobudur merupakan tonggak sejarah terbesar bagi Indonesia, karena pada saat itu (abad 9) bisa dikatakan Indonesia menjadi negara number one. Jika ditinjau dari segi pembuatannya, maka akan muncul asumsi tentang jumlah tenaga yang digunakan (berhubungan dengan manajemen) dan arsitekturnya. Padahal pada masa itu sumber belajarnya hanya berupa orang tidak seperti sekarang yang sumber belajarnya tidak hanya berupa orang, tetapi ada buku, TV, radio, HP, komputer (laptop), dan internet. Seharusnya pada saat ini justru kita harus lebih baik lagi dan lebih maju dari pada abad 9 tersebut yang belum ada pendidikan manajemen dan pendidikan arsitek.
2. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
a). Awal masuknya Agama Islam di Indonesia
Agama islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan Gujarat ke Indonesia. Agama Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat bersatu dengan kebudayaan Indonesia. Keduanya dapat saling membantu dan saling mempengaruhi. Agama Islam besar sekali pengaruhnya di dalam mendidik rakyat jelata. Berbeda dengan Agama Hindu dan Budha, Agama Islam menyiarkan Agamanya mulai dari bawah/dari rakyat biasa. Para Ulama sangat dekat dengan rakyat biasa, mereka bisa hidup bersama dengan rakyat biasa. Bentuk pendidikan yang Islam ada 3 macam, yaitu di Langgar, Pesantren, dan Madrasah.
b). Bentuk pendidikan pada awal penyebaran agama islam di Indonesia
1). Di langgar
Merupakan tempat pendidikan agama islam permulaan. Yang dipentingkan ialah membaca dan menulis huruf arab. Pengajaran berlangsung secara secara Individual, artinya seorang guru mengajar seorang anak.
2). Pendidikan di pesantren
Tempat pengajaran Agama Islam yang lebih lanjut dan lebih mendalam ada di pesantren. Pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang yaitu: agama; ilmu pengetahuan; keterampilan.
3). Pendidikan Madrasah
Pada madrasah guru-guru diperkenankan menerima balasan jasa dalam bentuk uang (gaji). Lembaga pendidikan ini lebih menekankan pada pemberian ilmu pengetahuan umum disamping pelajaran agama. Pendidikan Madrasah diatur berjenjang sejajar dengan pendidikan dasar dan menengah seperti sekarang ini. Jenjang ini adalah
1. Tingkat TK : Bustanul
2. Tingkat SD : Ibtidaiyah
3. Tingkat SMP : Tsanawiyah
4. Tingkat SMA : Aliyah
4). Wali Sanga
Wali adalah sahabat Allah, yaitu orang yang dicintai oleh Allah serta memiliki pengetahuan agama islam yang mendalam. Wali merupakan orang yang pintar, ahli agama, dan filsafat hidupnya dicurahkan untuk agama, tidak mementingkan dunia materi. Tugas utamanya adalah sebagai penyebar agama. Selain sebagai penyiar agama, ia juga menjadi pelopor dalam usaha memajukan kehidupan rakyat (Feriana, 2013).
3. Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008).
Di samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik (gospel). Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605 (Nasution dalam Rohmawati, 2008). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit.
Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008). Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama, Nasution dalam Rohmawati (2008).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution dalam Rohmawati, 2008).
4. Zaman Kolonial Belanda
Tujuan bangsa Belanda ke Indonesia juga sama dengan bangsa Spanyol dan Portugis. Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak hanya mengjarkan agama saja, tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum. Sekolah-sekolah banyak didirikan di Pulau Ambon, Ternate, dan Bacan (Maluku). Sekolah-sekolah ini tidak hanya mengajarkan khusus agama saja, tetapi juga mengejarkan pengetahuan umum. Bahasa pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Melayu dan Belanda. Selain itu mereka juga mendirikan sekolah untuk calon pegawai VOC. Sekolah ini didirikan di Ambon dan Jakarta (Feriana, 2013).
Meskipun sekolah-sekolah telah banyak berdiri, tetapi secara vormal, sekolah-sekolah itu tidak didirikan atas nama VOC, tetapi didirikan oleh orang-orang dari kalangan agama, yaitu agama Kristen Protestan. Keuntungan besar dari sekolah ini adalah setelah kita mencapai kemerdekaan dimana kebutuhan akan pendidikan sangat diperlukan. Sebagian besar penduduk di Indonesia bagian timur sudah tidak mengalami tuna aksara. Ini karena telah lama penduduk Indonesia bagian timur telah mengenal pendidikan/sekolah (Feriana, 2013).
Oleh karena itu, kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan masuknya ide-ide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak Belanda selama setengah abad ke-19 (Rohmawati, 2008).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru (Rohmawati, 2008).
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928 (Rohmawati, 2008).
Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008: 125-33).
5. Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat 45 di hati mereka (Rohmawati, 2008).
Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia (Rohmawati, 2008).
Sekolah-sekolah yang ada pada jaman Belanda semenjak Jepang datang ke Indonesia diganti dengan sistem Jepang. Murid hanya mendapat pengetahuan sedikit, dan hampir sepanjang hari hanya diisi dengan kegiatan latihan perang atau bekerja. Sistem sekolah di masa Jepang banyak berbeda dengan penjajahan Belanda.
1. Sekolah Jepang terbuka untuk semua golongan penduduk, lama belajar 6 tahun, bahasa pengantarnya adalah bahasa Daerah dan bahasa Melayu.
2. Sekolah menengah dibagi menjadi dua, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Tinggi (SMT) masing-masing pendidikan 3 tahun.
3. Sekolah kejuruan masih ada, yaitu Sekolah Pertukangan dan Sekolah TeknikMenengah.
4. Sekolah guru banyak didirikan
Ada tiga macam sekolah guru
1. Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
2. Sekolah Guru Menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
3. Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko
Pelajaran yang diberikan meliputi: Sejarah, Ilmu Bumi, Bahasa Indonesia (Melayu), adat istiadat, Bahasa Jepang, dan Kebudayaan Jepang ( Feriana: 2013).
6. Zaman Kemerdekaan (Awal)
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia datang silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saat itu bukanlah prioritas utama karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang diharapka bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.
7. Zaman ‘Orde Lama’
Setelah gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik spiritual maupun material (Rohmawati, 2008).
Setelah diadakan konsolidasi yang intensif, sistem pendidikan Indonesia terdiri atas: Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap penduduk negara (Rohmawati, 2008).
Di samping itu, Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang dapat membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di dalam maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol yaitu membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai Merauke, menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur lahir-batin, melenyapkan kolonialisme, mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan abadi (Mudyahardjo, 2008).
8. Zaman ‘Orde Baru’
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Di samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2007: 137-38). Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa kesenjangan. Pidarta (2007: 139-140) mengemukakan beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi), dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini).
Namun demikian keberhasilan pembangunan yang menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kebangsaan meningkat dengan pesat, (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta, 2007: 141).
9. Zaman ‘Reformasi’
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyaampaikan pendapatnya (ibid.: 143).
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), TQM (Total Quality Management) KTSP (Kurikulum Satuan Pendidikan).
2.3 Implikasi Sejarah Pendidikan dalam Praktek Pembelajaran
Pada dasarnya landasan pendidikan di Indonesia itu tidak lepas dari sejarah bangsa Indonesia pada masa lampau yang pernah di jajah oleh kaum penjajah pada masa itu. Berdasarkan penjelasan tersebut kita bisa mengetahui bagaimana perkembangn pendidikan di Indonesia pada masa merintis kemerdekaan mulai dari pendirian INS (Indonesisch Nederlandse School), Taman Siswa oleh Ki Hajar Dewantara sampai pada pendirian organisasi Islam (1912) yang akhirnya berkembang menjadi pendidikan agama Islam.
Sebenarnya pendidikan yang kita laksanakan sekarang ini masih mengadop pendidikan pada penjajahan kolonial, misalnya pembagian mata pelajaran, kurikulum, pembagian kelas-kelas dalam sekolah serta aspek-aspek dalam pembelajaran lainnya. Hal itu menunjukkan implikasi pendidikan yang diterapkan oleh penjajah pada masa lampau yang terus kita kembangkan secara terus menerus dan berkesinambungan. Seyogyanya kita patut bersyukur kepada pendahulu kita yang telah banyak memberikan kontribusi pendidikan di Indonesia.
2.4 Implikasi Sejarah Terhadap Konsep Pendidikan Nasional Indonesia
Masa lampau memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan yang kita miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa kita pada masa yang telah lalu (Rohmawati, 2008).
Pembahasan tentang landasan sejarah di atas memberi implikasi konsep-konsep pendidikan sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan
Pendidikan diharapkan bertujuan dan mampu mengembangkan berbagai macam potensi peserta didik serta mengembangkan kepribadian mereka secara lebih harmonis. Tujuan pendidikan juga diarahkan untuk mengembangkan aspek keagamaan, kemanusiaan, kemanusiaan, serta kemandirian peserta didik. Di samping itu, tujuan pendidikan harus diarahkan kepada hal-hal yang praktis dan memiliki nilai guna yang tinggi yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja nyata.
b. Proses Pendidikan
Proses pendidikan terutama proses belajar-mengajar dan materi pelajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, melaksanakan metode global untuk pelajaran bahasa, mengembangkan kemandirian dan kerjasama siswa dalam pembelajaran, mengembangkan pembelajaran lintas disiplin ilmu, demokratisasi dalam pendidikan, serta mengembangkan ilmu dan teknologi.
c. Kebudayaan Nasional
Pendidikan harus juga memajukan kebudayaan nasional. Emil Salim dalam Pidarta (2007: 149) mengatakan bahwa kebudayaan nasional merupakan puncak-puncak budaya daerah dan menjadi identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya global.
d. Inovasi-inovasi Pendidikan
Inovasi-inovasi harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia, bukan sekedar konsep-konsep dari dunia Barat sehingga diharapkan pada akhirnya membentuk konsep-konsep pendidikan yang bercirikan Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pada landasan historis pendidikan dapat disimpulkan bahwa pendidikan kita peroleh tidak dengan mudah, butuh banyak waktu dan pengorbanan, selain itu pendidikan itu dinamis, artinya pendidikan itu berkembang sesuai dengan perkembangan zamannya. Semoga pendidikan pada era globalisai ini pendidikan di Indonesia bisa lebih baik dan berkembang sesuai dengan keadaan sekarang yang terjadi.
Sejarah pendidikan dunia yang memberikan pengaruh pada pendidikan zaman sekarang meliputi zaman-zaman: (1) Realisme, (2) Rasionalisme, (3) Naturalisme, (4) Developmentalisme, (5) Nasionalisme, (6) Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme, serta (7) Sosialisme.
Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka.
3.2 Saran
Sejarah memberikan suatu landasan atau titik tolak terjadinya berbagai peristiwa yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Oleh sebab itulah seorang mahasiswa ataupun praktisi pendidikan seharunya harus mengetahuai sejarah perjalanan pendidikan, baik secara umum maupun sejarah pendidikan di Indonesia. Karena sejarah memberikan landasan bagi kaum pelajar atau praktisi kehidupan mengamati dan mengubah dunia, baik pada masa sekarang, maupun untuk masa-masa yang akan datang. Selain itu antara sejarah pendidikan dengan perkembangan pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat kaitannya, karena dengan kita mengetahui sejarah kita dapat mengetahui keadaan yang lampau sehingga kita bisa bercermin dari keadaan itu serta memberi penjelasan untuk masa sekarang dan memprediksi langkah-langkah selanjutnya untuk masa yang akan datang agar tidak stagnan atau bahkan mengalami kemunduran.
DAFTAR PUSTAKA
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan: Stimulus Pendidikan bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Kusumawati, Inda. 2011. Landasan Histori Kependidikan. (Online). (http:///D:/landasan kependidikan dan prob/AS’TON BLOGGER Landasan Historis Pendidikan.html, diakses 01 April 2014).
Feriana, Okto. 2013. Landasan Histori Pendidikan. (Online). (<http:///D:/landasan kependidikan dan prob/Landasan Historis Pendidikan_OktoFeriana_Komunitas Blogger Unsri.html>, diakses 01 April 2014).
Mudyahardjo. 2008. Landasan Histori Pendidikan Indonesia. (Online). (http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/05/landasan-historis-pendidikan-indonesia.html, diakses 01 April 2014).
Rohmawati. 2008. Landasan Histori Pendidikan. (Online). http://dyahrochmawati08. wordpress.com/2008/11/30/landasan-historis-pendidikan-di-indonesia.html, diakses 01 April 2014).
No comments:
Post a Comment