Sunday, 14 September 2014

PEMBELAJARAN DENGAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)



PEMBELAJARAN DENGAN
CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)













Disusun oleh:

1.    Candra Sihotang        (08136121004)
2.    Mei Lina Malau        (08136121035)


Dosen Pengampu : Prof. Dr. Biner Ambarita, M.Pd




PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Proses belajar-mengajar merupakan kegiatan utama sekolah. Dalam proses ini siswa membangun makna dan pemahaman dengan bimbingan guru. Kegiatan belajar- mengajar hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan hal-hal secara lancar dan termotivasi. Suasana belajar yang diciptakan guru harus melibatkan siswa secara aktif. Di sekolah, terutama guru diberikan kebebasan untuk mengelola kelas yang meliputi strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang efektif, disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, guru, dan sumber daya yang tersedia di sekolah (Nurhadi dalam Rusman, 2010).
Menurut (Evelina dan Hartini, 2010) ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Baru-baru ini terdapat kecenderungan untuk kembali pada pemikiran bahwa anak belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang (Mohammad Jauhari, 2011).
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.


1.2 Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian di atas, makalah ini bermaksud mengkaji masalah diantaranya sebagai berikut :
1.    Apa yang dimaksud dengan CTL ?
2.    Bagaimana penerapan pendekatan CTL?
3.    Apa saja komponen pembelajaran kontekstual ?
4.    Bagaimana karakteristik pembelajaran kontekstual?
5.    Apa kelebihan dan kelemahan pembelajaran kontekstual?

1.3 Tujuan Pembahasan.
1. Untuk mengetahui pendekatan CTL dalam pembelajaran.
2. Dapat menerapkan pendekatan CTL dalam pembelajaran di kelas.
3. Mengetahui tujuh komponen pembelajaran kontekstual.
4. Dapat memahami karakteristik pembelajaran kontekstual.
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari pendekatan CTL. 

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendekatan CTL
Menurut Nurhadi dalam Rusman (2011) CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.
Menurut Mohammad Jauhari (2011) CTL disebut pendekatan kontekstual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Jadi pengertian CTL dari pendapat para tokoh-tokoh diatas dapat kita simpulkan bahwa CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Inti dari pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan dengan berbagai cara, selain karena memang materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi factual, juga bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media dan lain sebagainya yang memang baik secara langsung maupun tidak diupayakan terkait atau ada hubungan dengan pengalaman hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya.
Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)..

2.2 Pemikiran tentang Belajar
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut :
1. Proses belajar
·    Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka.
·    Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
·    Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
·    Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
·    Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
·    Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
2. Transfer Belajar
·    Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
·    Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
·    Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
3. Siswa sebagai Pembelajar
·    Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
·    Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
·    Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
·    Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.




4. Pentingnya Lingkungan Belajar
·    Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
·    Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
·    Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
·    Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

2.3  Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas
Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
·    Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
·    kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
·    Ciptakan masyarakat belajar.
·    Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
·    Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
·    Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

2.4 Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual
1. Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.
·    Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.
·    Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan.
2. Inquiry
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
·    Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
·    Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis.

3. Questioning (Bertanya)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
·    Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
·    Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry.

4. Learning Community (Masyarakat Belajar)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
·    Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
·    Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
·    Tukar pengalaman.
5. Modeling (Pemodelan)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
·    Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
·    Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya.

6. Reflection ( Refleksi)
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
·    Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
·    Mencatat apa yang telah dipelajari.
·    Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok.

7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
Penilaian yang sebenarnya adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
·    Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
·    Penilaian produk (kinerja).
·    Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual



2.5 Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
·    Kerjasama
·    Saling menunjang
·    Menyenangkan, tidak membosankan
·    Belajar dengan bergairah
·    Pembelajaran terintegrasi
·    Menggunakan berbagai sumber
·    Siswa aktif
·    Sharing dengan teman
·    Siswa kritis guru kreatif
·    Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
·    Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.

2.6  Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.
1.    Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.
2.    Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
3.    Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu.
4.    Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa.
5.    Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual
Kelebihan
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

Kelemahan
1.     Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2.     Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.



























BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dari penjelasan dalam isi makalah diatas dapat di simpulkan bahwa :
1.    Pembelajaran yang  selama  lebih menekankan pada keaktifan guru dalam menyampaikan pelajaran tanpa memperhitungkan keaktifan siswa  sudah waktunya diganti strategi yang memudahkan anak dalam menerima pemahaman materi yang disampaikan guru dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning-CTL).
2.    Dalam mengajar guru bisa merubah gaya mengajar yaitu lebih mengutamakan keaktifan siswa dalam memahami pelajaran melalui pengalaman langsung.
3.    Menciptakan likungan belajar yang yang membuat siswa tidak takut salah.
4.    Memberikan jaminan belajar yang positif secara emosional.
5.    Pembelajaran kontekstual dapat menimbulkan siswa belajar melaui mengalami bukan menghapal, siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri, siswa terbiasa memecahkan masala, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide, siswa menjadi aktif, kritis dan kreatif, Kelas menjadi produktif, menyenagkan dan tidak membosankan, dinding kelas dan lorong-lorong sekolah penuh dengan hasil karya siswa, peta, gambar, artikel, puisia, komentar, foto tokoh, diagram-diagram, Siswa selalu dikepung berbagai informasi, kelas CTL adalah siswa yang selalu ramai dan gembira dalam belajar.

3.2 Saran
Dari makalah yang telah di buat, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :
1.    Dalam proses belajar mengajar, guru hendaknya memperhatikan metode, strategi, dan model pembelajaran yang inovatif sehingga siswa mudah memahami pelajaran/materi yang disampaikan.
2.    Tidak hanya guru yang aktif dalam pembelajaran, namun siswa juga harus aktif dalam mencari pengetahuan melalui pengalaman siswa itu sendiri serta penerapan pada keterampilan.

DAFTAR PUSTAKA

Rusman.2010. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada

Jauhari, Mohammad. 2011. Implementasi PAIKEM dari Behavioristik sampai Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher

Siregar, Eveline dan Hartini Nara.2010.Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor : Ghazali Indonesia Anggota IKAPI

No comments:

Post a Comment