Saturday 13 September 2014

MENGIDENTIFIKASI PERILAKU DAN KARAKTERISTIK AWAL PESERTA DIDIK

MENGIDENTIFIKASI PERILAKU DAN
KARAKTERISTIK AWAL PESERTA DIDIK














Disusun oleh Kelompok 5:

1.    Candra Sihotang            (8136121004)
2.    Yanti Dameria Sihite        (8136121035)



Dosen  Pengampu : Prof. Dr. Sahat Siagian, M.Pd





PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Setiap siswa dapat dipastikan memiliki perilaku dan karakteristik yang cenderung berbeda. Dalam pembelajaran, kondisi ini penting untuk diperhatikan karena dengan mengidentifikasi kondisi awal siswa saat akan mengikuti pembelajaran dapat memberikan informasi penting untuk guru dalam pemilihan setrategi pengelolaan, yang berkaitan dengan bagaimana menata pengajaran, khususnya komponen-komponen strategi pengajaran yang efektif dan sesuai dengan karakteristik perseorangan siswa sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
Kegiatan menganalisis perilaku dan karakteristik awal siswa dalam pengembangan pembelajaran merupakan pendekatan yang menerima siswa apa adanya dan unutk menyusun sistem pembelajaran atas dasar keadaan siswa tersebut. Dengan demikian, mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa adalah bertujuan untuk menentukan apa yang harus diajarkan dan yang tidak perlu diajarkan dalam pembelajaran yang akan dilaksanakan. Karena itu, kegiatan ini sama sekali bukan untuk menentukan pra syarat dalam menyeleksi siswa sebelum mengikuti pebelajaran.
Wina Sanjaya (2008, 17) mengemukakan karakteristik siswa merupakan salah satu variabel dari kondisi pengajaran. Variabel ini didefenisikan sebagai aspek-aspek atau kualitas individu siswa. Aspek-aspek berkaitan dapat berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir dan kemampuan awal (hasil belajar) yang telah dimilikinya.
Keterampilan siswa yang ada di dalam kelas sangat heterogen. Sebagian siswa sudah banyak tahu, sebagian lagi belum tahu sama sekali tentang materi yang diajarkan di kelas. Bila pengajar mengikuti kelompok siswa yang pertama, kelompok yang kedua merasa ketinggalan kereta, yaitu tidak dapat menangkap pelajaran yang diberikan. Sebaliknya, bila pengajar mengikuti kelompok yang kedua, yaitu mulai dari bawah, kelompok pertama akan merasa tidak belajar apa-apa dan bosan.
Keberhasilan proses belajar-mengajar sebagian dipengaruhi oleh keadaan awal yang dimiliki siswa, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Keadaan awal siswa yang heterogen dengan latar belakang serta kemampuan yang berbeda-beda akan jadi  implikasi terhadap penyusunan bahan belajar dan sistem instruksional, dan hal ini juga akan jadi penghambat bagi proses pencapaian tujuan instruksional bila sejak awal pengajar tidak mengidentifikasi perilaku dan karakteristik siswa yang akan diajar
Atwi Suparman (2012, 17) mengemukan untuk mengatasi heterogen siswa di dalam kelas, ada dua pendekatan yang dapat dipilih. Pertama, siswa menyesuaikan dengan materi pelajaran dan kedua, sebaiknya materi pelajaran disesuaikan dengan siswa.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di  atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.    Apakah yang dimaksud dengan mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik siswa?
2.    Apa manfaat mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik siswa ?
3.    Bagaimana cara melaksanakannya?

1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat dengan tujuan dapat memberikan uraian mengenai kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa, manfaatnya, dan bagaimana cara melaksanakannya.

1.4    Manfaat Pembahasan
Penyusunan makalah ini diharapkan  dapat memberi manfaat secara :
a.    Teoritis, yaitu untuk mengkaji pemahaman mengenai kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa, manfaatnya, dan bagaimana cara melakukannya.
b.    Praktis, dapat bermanfaat bagi mahasiswa supaya memahami pengetahuan mengenai kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa, agar dapat memanfaatkannya dalam menerapkan selaku seorang perencana/perancang instruksional pengajaran.


BAB II
MENGIDENTIFKASI PERILAKU DAN KARAKTERISTIL AWAL SISWA

2.1    Mengidentifikasi Perilaku Awal Siswa
Kegiatan mengidentifikasi perilaku awal peserta didik dalam pengembangan pembelajaran merupakan pendekatan yang menerima siswa apa adanya dan menyusun sistem pembelajaran atas dasar keadaan siswa tersebut. Karena itu, kegiatan menganalisis perilaku awal siswa merupakan proses untuk mengetahui perilaku yang dikuasai siswa sebelum mengikuti pembelajaran bukan menentukan perilaku prasyarat dalam rangka menyeleksi siswa sebelum mengikuti pembelajaran atau pelatihan.
Konsekuensi dari digunakannya cara ini adalah  titik mulai suatu kegiatan pembelajaran tergantung kepada perilaku awal siswa. Jadi mengidentifikasi perilaku awal siswa/peserta didik adalah bertujuan untuk menentukan garis batas antara perilaku yang tidak perlu diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada peserta didik. Perilaku yang akan diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk tujuan instruksional khusus atau TIK.
Perilaku awal  merupakan salah satu variabel dari pengajaran. Variabel ini didefenisikan sebagai aspek-aspek atau kualitas perseorangan peserta didik. Aspek ini bisa berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berfikir yang telah dimiliki peserta didik.
Atwi Suparman (2012) menyatakan dua hal tentang perilaku peserta didik: Pertama, populasi sasaran atau peserta didik kegiatan instruksional dan kedua adalah berhubungan dengan kompetensi, kemampuan atau pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang telah dikuasai peserta didik sehingga mereka dapat mengikuti pembelajaran.
Untuk melakukan kegiatan identifikasi perilaku awal peserta didik, maka kita harus mengetahui sumber yang dapat memberikan informasi kepada pendesain instruksional yang antara lain adalah:
1.    Siswa, mahasiswa dan yang lainnya
2.    Orang yang mengetahui kondisi seperti guru dan atasannya.
3.    Pengelola program pendidikan yang biasa mengajarkan mata pelajaran.
Berawal dari informasi-informasi tersebut, maka tingkat kemampuan populasi sasaran dalam perilaku-perilaku khusus yang diperoleh dari analisis instruksional itu perlu diidentifikasi agar pengembangan instruksional dapat menentukan mana perilaku khusus yang sudah dikuasai peserta didik untuk diajarkan. Dengan demikian pengembangan instruksional dapat pula menentukan titik berangkat yang sesuai bagi peserta didik.
Populasi sasaran dirumuskan secara spesifik seperti contoh di bawah ini:
1.    Mata pelajaran ini disediakan bagi siswa yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Pendaftaran pada sekolah ini pada tahun ajaran atau semester ini;
b. Setelah lulus mata pelajaran A.
2.    Pelajaran ini disusun bagi siswa kelas dua SMA yang mempunyai minat dalam kelompok bidang studi A1 (IPA kalau sekarang).
3.    Kursus ini disediakan bagi karyawan pemerintah atau perusahaan swasta yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a.    Mempunyai ijazah minimal sarjana muda dalam bidang X atau setaraf;
b.    Telah pernah mengikuti dan lulus dalam kursus Y;
c.    Menguasai bahasa Inggris minimal secara pasif untuk membaca dan mendengarkan kuliah dalam bahasa Inggris.
Perumusan populasi sasaran seperti contoh tersebut di atas memang dapat membantu kelancaran penyelenggaraan kegiatan instruksional. Perumusan populasi ini biasanya diterapkan oleh lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan. Tetapi seorang pengembang instruksional masih perlu mencari informasi lebih jauh tentang kemampuan populasi sasaran yang dimaksud dalam menguasai setiap perilaku khusus yang telah dirumuskan dalam analisis instruksional. Anda masih ingat bukan? Perilaku-perilaku khusus itu tersusun secara hierarkikal, prosedural, pengelompokan, atau kombinasi kegiatannya atau dua di antaranya tingkat kemampuan populasi sasaran dalam perilaku-perilaku khusus itu perlu diidentifikasi agar pengembang instruksional dapat menentukan mana perilaku khusus yang sudah dikuasai siswa sehingga tidak perlu diajarkan kembali, dan mana yang belum dikuasai siswa untuk diajarkan. Dengan demikian, pengembang instruksional dapat pula menentukan titik berangkat yang sesuai bagi siswa. (Suparman, 2004: 148)
Teknik yang digunakan dalam mengidentifikasi kebutuhan instruksional yaitu kuisioner, interview dan observasi, serta tes. Teknik tersebut dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi perilaku awal siswa. Subjek yang memberikan informasi diminta untuk mengidentifikasi seberapa jauh tingkat penguasaan siswa atau calon siswa dalam setiap perilaku khusus melalui skala penilaian (rating scales).
Teknik yang dapat menghasilkan data yang lebih keras adalah tes penampilan siswa dan observasi terhadap pelaksanaan pekerjaan siswa serta tes tertulis untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa. Tetapi, bila tes seperti itu tidak tepat dilakukan karena dirasakan kurang etis, kesulitan teknik pelaksanaan, atau tidak mungkin dilakukan karena sebab yang lain, penggunaan skala penilaian cukup memadai. Skala penilaian tersebut diisi oleh orang-orang yang tahu secara dekat terhadap kemampuan siswa dan diisi oleh siswa sebagai self-report.
Berdasarkan masukan ini, dapat ditetapkan. Titik berangkat atau permulaaan perjalanan yang harus diberikan pada siswa. Titik itu adalah perilaku khusus di atas garis batas yang telah dikuasi siswa atau calon siswa.
Apa beda kegiatan ini dengan proses mengidentifikasi kebutuhan instruksional? Pertama, kebutuhan instruksional untuk mengidentifikasi benar tidaknya masalah yang dihadapi harus diselesaikan dengan menyelenggarakan kegiatan instruksional. Sedangkan mengidentifikasi perilaku awal tidak berhubungan dengan masalah tersebut. Kedua, kebutuhan intruksional untuk mengidentifikasi perilaku umum yang akan dijadikan tujuan instruksional umum. Sedangkan kegiatan mengidentifikasi  perilaku awal untuk mengidentifikasi perilaku khusus yang telah dikuasai siswa. Hasil akhir dari kegiatan mengidentifikasi perilaku awal ini akan dijadikan pedoman untuk menetapkan perilaku-perilaku khusus yang tidak perlu diajarkan lagi dan perilaku-perilaku khusus yang masih harus diajarkan. Dengan demikian hasil kegiatan tersebut dapat pula digunakan  untuk menetapkan titik berangkat dalam mengajar. (Suparman, 2004)
Informasi yang diperoleh dari siswa, masyarakat, dan pendidik tidak selalu sejalan. Pengetahuan dan keterampilan yang dirasakan telah cukup dikuasai oleh siswa, adakalanya dinilai sebaliknya oleh sumber informasi yang lain. Demikian pula pengetahuan atau keterampilan yang dianggap tidak penting dan tidak relevan oleh siswa, mungkin dianggap sebaliknya oleh pendidik. Dalam hal seperti itu pengembang instruksional yang melakukan kegiatan identifikasi perilaku awal siswa menafsirkan data dengan lebih hati-hati. Walaupun pada dasarnya pengembang instruksional harus lebih memusatkan perhatian pada informasi yang diperoleh dari siswa, data dari sumber lain tidak dapat diabaikan begitu saja. Untuk data yang sulit ditafsirkan karena perbedaan pendapat berbagai pihak seperti yang digambarkan tadi, perlu diadakan pendekatan seminar atau pertemuan kecil yang diikuti berbagai pihak yang bersangkutan dan pengembang program agar dapat ditarik kesimpulan yang lebih tepat.

2.2    Mengidentifikasi Karakteristik Awal Siswa
 Pengertian karakter menurut  Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Menurut Al-Barry (2000)  karakter bermakna hampir sama dengan sifat-sifat bawaan, watak, kepribadian, kebiasaan. Sementara yang dimaksud karakteristik adalah ciri-ciri khusus, corak tingkah laku. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).
Ron Kurtus dalam irfarazak.ngeblogs.com berpendapat bahwa karakter adalah satu set tingkah laku atau perilaku (behavior) dari seseorang sehingga dari perilakunya tersebut, orang akan mengenalnya “ia seperti apa”. Menurutnya, karakter akan menentukan kemampuan seseorang untuk mencapai cita-citanya dengan efektif, kemampuan untuk berlaku jujur dan berterus terang kepada orang lain serta kemampuan untuk taat terhadap tata tertib dan aturan yang ada). Kata "karakter" berasal dari kata Yunani: charaktêr. Semula digunakan tanda terkesan atas koin. Ada pula yang memaknai berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Karakter seseorang baik disengaja atau tidak, didapatkan dari orang lain yang sering berada didekatnya atau yang sering mempengaruhinya, kemudian ia mulai meniru untuk melakukannya. Oleh karena itu, seorang anak yang masih polos seringkali akan mengikuti tingkah laku orang tuanya atau teman mainnya, bahkan pengasuhnya. Erat kaitan dengan masalah ini, seorang psikolog berpendapat bahwa karakter berbeda dengan kepribadian, karena kepribadian merupakan sifat yang dibawa sejak lahir dengan kata lain kepribadian bersifat genetis.
Di samping mengidentifikasi perilaku awal siswa, pengembang instruksional harus pula mengidentifikasi karakteristik siswa yang berhubungan dengan keperluan pe-ngembangan instruksional. Minat siswa pada umumnya, misalnya pada olahraga, karena sebagian besar siswa adalah penggemar olahraga, dapat dijadikan bahan dalam memberi-kan contoh dalam rangka penjelasan materi pelajaran. Kemampuan siswa yang kurang dalam membaca bahasa Inggris merupakan masukan pula bagi pengembang instruksional untuk memilih bahan-bahan pelajaran yang tidak berbahasa Inggris atau menerjemahkan-nya terlebih dahulu ke dalam bahasa Indonesia.
Demikian pula bila siswa senang dengan lelucon, pendesain instruksional sebaiknya mempertimbangkan penggunaan lelucon dalam strategi instruksionalnya. Bila siswa sebagian besar tidak mempunyai video di rumah, pedesain instruksional tidak dapat membuat program video untuk dipelajari siswa di rumah. Informasi di atas perlu dicari oleh pengembang instruksional sehingga ia dapat mengembangkan sistem instruksional yang sesuai dengan karakteristik siswa tersebut.
Informasi yang dikumpulkan terbatas kepada karakteristik siswa yang ada manfaat-nya dalam proses pengembangan instruksional. Dalam hal ini ada empat indentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa, yaitu :
1. Kemampuan Dasar.
2. Latar belakang pengalaman.
3. Latar belakang sosial.
4. Perbedaan individual.
Peserta didik mempunyai karakteristik dan perilaku awal (entering behavior) yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap awal pada saat melalui proses pembelajaran. Atwi Suparman (2012, 38) mengemukakan perilaku dan karakteristik awal peserta didik yang relevan dengan proses pembelajaran yang akan dilakukan yaitu:
a.    Latar belakang pendidikan dan pengalaman sebelumnya mengandung kompetensi yang telah dikuasainya.
b.    Motivasi belajar yang mengandung pengertian dorongan dan semngat serta ingin tahu yang dimiliki untuk mempelajari bahan pembelajaran tersebut, akan memudahkannya dalam proses pembelajaran.
c.    Aksesnya terhadap sumber belajar yang relevan dengan materi yang sedang dipelajari.
d.    Kebiasaan belajar melalui pembelajaran tatap muka atau mandiri. Bila terbiasa belajar mandiri, maka dapat diharapkan peserta didik akan menggunakan waktu belajar yang lebih panjang.
e.    Domisili tempat tinggal yang diukur dengan jarak tempuh ke pusat kegiatan belajar atau lembaga penyelenggara pendidikan.
f.    Aksesnya terhadap saluran komunikasi dan media pembelajaran untuk digunakan dalam pembelajaran seperti telepon, computer, buku, atau media tercetak.
g.    Kebiasaan dan disiplin dalam mengatur waktu belajar secara teratur akan lebih mudah mempercepat penyelesaian tugas-tugas.
h.    Kebiasaan belajar secara sistematik akan sangat kondusif untuk menguasai bahan pembelajaran lebih cepat dan lebih baik.
i.    Kebiasaan belajar sambil berfikir untuk menerapkan hasilnya dalam kehidupan atau pekerjaannya merupakan hal yang sangat baik untuk memelihara motivasi belajar sepanjang proses pembelajaran.

2.3 Manfaat Mengidentifikasi Perilaku dan Karakteristik Awal Siswa
Mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik siswa dalam pengembangan program pembelajaran sangat perlu dilakukan, yaitu untuk mengetahui kualitas perseorangan sehingga dapat dijadikan petunjuk dalam mendeskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran. Aspek-aspek yang diungkap dalam kegiatan ini bisa berupa bakat, motivasi belajar, gaya belajar. Kemampuan berfikir, minat, atau kemampuan awal.
Hasil kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa merupakan salah satu dasar dalam mengembangkan sistem instruksional yang sesuai untuk siswa. Dengan melaksanakan kegiatan tersebut, masalah heterogen siswa dalam kelas dapat diatasi, setidak-tidaknya banyak dikurangi.
Perilaku dan karakteristik awal dibawa oleh peserta didik pada saat memulai proses pembelajaran. Pengajar atau pendesain pembelajaran yang sesuai dengan perilaku awal siswa dan karakteristik peserta didik tersebut. Bila pembelajaran diikuti oleh sekelompok peserta didik sehingga pendekatan pembelajaran bersifat klasikal, maka selain perlakuan terhadap kelompok dalam pembelajaran, perlu diterapkan perlakuan secara individual. Pengajar yang mengabaikan perilaku awal dan karakteristik awal akan menghasilkan pembelajaran yang tidak menyenangkan, baik bagi pengajar sendiri maupun bagi peserta didik. Akibatnya, hasil belajar peserta didik kurang maksimal.
Dengan mengenal karakteristik siswa, maka dapat diketahui kualitas perseorangan dan menjadi petunjuk dalam mengelola strategi pembelajaran manfaat yang lain juga dapat dilihat di antaranya:
a.    Guru dapat memperoleh tentang kemampuan awal siswa sebagai landasan dalam memberikan materi baru dan lanjutan.
b.    Guru mengetahui tentang luas dan jenis pengalaman belajar siswa, hal ini berpengaruh terhadap daya serap siswa terhadap materi baru yang akan disampaikan.
c.     Guru dapat mengetahui latar belakang siswa dan keluarga siswa. Meliputi tingkatpendidikan orang tua, sosial ekonomi, emosional dan mental sehingga guru dapat menyanjikan bahan serta metode lebih serasi dan efisien.
d.    Guru dapat mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan dan aspirasi dan kebutuhan siswa.
e.    Guru dapat mengetahui tingkat penguasaan yang telah diperoleh siswa sebelumnya.



2.4 Cara Melaksanakan Identifikasi Perilaku dan Karakteristik Awal Siswa
Teknik untuk mengidentikasi perilaku awal siswa adalah dengan menggunakan kuesioner, interview, observasi dan tes. Subjek yang memberikan informasi diminta untuk mengidentifikasi tingkat penguasaan siswa dalam setiap perilaku khusus melalui skala penelitian (rating scales).
Identifikasi perilaku peserta didik dilakukan dengan memberikan pree-testing yakni tes awal yang dilakukan sebelum dimulai pembelajaran, yang dimaksudkan untuk menguji entry-behavior (kemampuan awal) peserta didik berkenaan dengan tujuan pembelajaran tertentu yang harus dikuasai peserta didik. Identifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa juga dilakukan berkenaan dengan program pembelajaran sebuah mata pelajaran atau sebuah lembaga pendidikan tertentu. (Syahidah, 2012)
Untuk mengungkap kemampuan awal, dapat dilakukan dengan pemberian tes dari tingkat bawah atau tes yang berkaitan dengan materi ajar sesuai dengan panduan kurikulum. Sedangkan minat, motivasi, kemampuan berfikir, gaya belajar dan lain-lainnya dapat dilakukan dengan bantuan tes baku yang telah dirancang oleh para ahli. (Abdurrohim, 2011).
Teknik yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi karakteristik awal siswa sama dengan teknik yang digunakan dalam mengidentifikasi perilaku awal, yaitu kuisioner, interview, observasi, dan tes. Tujuan untuk mengetahui karakteristik awal siswa adalah untuk mengukur apakah siswa akan mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak ; sampai dimana minat siswa terhadap pelajaran yang akan dipelajari. Bila si belajar mampu , hal-hal apa yang memperkuat, dan bila tidak mampu, hal-hal apa yang menjadi penghambat. Hal-hal yang perlu diketahui dari si pelajar bukan hanya dilihat faktor-faktor akademisnya, akan tetapi juga dilihat faktor-faktor sosialnya, sebab kedua hal tersebut sangat mempengaruhi proses belajar si pelajar.
Berikut ini contoh latihan untuk mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa. Latihan ini akan memakan waktu yang cukup panjang, karena harus mengumpulkan data dari lapangan. Ikutilah latihan ini dengan tekun.
1.    Kumpulkanlah data perilaku awal siswa dari orang-orang yang dekat dan dapat menilai kemampuan populasi sasaran dengan cara:
a.    Tulislah kembali daftar perilaku khusus yang telah berhasil Anda buat dalam kegiatan analisis intruksional;
b.    Atas dasar perilaku khusus tersebut, buatlah skala penilaian sebagai berikut:

No.    Perilaku Khusus    Baik    Buruk      
               
Keterangan:
Kolom 1    : Nomor urut
Kolom 2    : Perilaku khusus yang telah dihasilkan dalam analisis instruksional
Kolom 3 dan 4   : Skala penilaian.
c.    Berilah pengantar cara mengisi skala penilaian tersebut dan perbanyak secukupnya;
d.    Berikan skala penilaian tersebut kepada orang-orang yang dekat dan dapat menilai kemampuan populasi sasaran seperti atasan dan guru mereka. Jumlah penilai tergantung kepada besarnya populasi sasaran. Untuk siswa dalam jumlah kecil, sekitar 10–20 responden sudah cukup memadai. Untuk siswa dalam jumlah besar dan ruang lingkup nasional misalnya, diperlukan sekitar 30 sampai 50 responden;
e.    Kumpulkan hasil isian tersebut.
2.     Kumpulkanlah data perilaku awal siswa dari sampel siswa. Di samping data dari orang-orang yang dekat dengan sasaran, diperlukan pula data dari sampel sasaran itu sendiri dengan bentuk self-report. Ikutilah langkah-langkah sebagai berikut:
a.    Tulislah kembali perilaku khusus yang telah berhasil Anda buat dalam analisis intruksional;
b.     Atas dasar perilaku khusus tersebut, buatlah skala penilaian dalam bentuk skala Likert (sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju);
c.    Berilah pengantar cara mengisi skala penilaian tersebut dan perbanyak secukupnya;
d.    Berikan skala penilaian tersebut kepada sejumlah orang yang dapat mewakili populasi sasaran. Jumlahnya juga tergantung dari besarnya populasi sasaran. Yang paling penting diperhatikan adalah orang-orang tersebut memang memiliki ciri-ciri seperti populasi sasaran, sehingga dapat dipandang sebagai sampel yang representatif;
e.    Kumpulkan hasil isian tersebut.
3.    Kumpulkan data perilaku awal siswa dengan menggunakan observasi dan tes. Dibandingkan dengan dua cara mengumpulkan data perilaku awal siswa yang telah dikemukakan sebelumnya, observasi dan tes adalah cara yang lebih mantap, karena dapat mengumpulkan data yang lebih tegas. Observasi dilakukan untuk menilai kemampuan yang bersifat pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan atau keterampilan. Skala penilaian seperti butir 1 di atas dapat digunakan dalam observasi tersebut. Bedanya adalah: skala penilaian yang digunakan dalam observasi diisi oleh orang yang mengobservasi (mengamati) kegiatan yang sedang dilakukan siswa. Sedangkan dalam butir 1 di atas diisi oleh atasan atau guru atas dasar pendapat mereka tanpa mengamati langsung kegiatan siswa yang sedang dinilai. Tes digunakan untuk menilai kemampuan yang bersifat kognitif. Bila Anda dapat menggunakan observasi dan tes, cara dalam butir 1 dan 2 di atas tidak diperlukan lagi.
4.    Kumpulkanlah data karakteristik awal siswa dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a.    Buatlah daftar pertanyaan atau kuisioner tentang karakteristik siswa seperti:
    1)    Tempat kelahiran dan tempat dibesarkan;
2)    Pekerjaan atau bidang pengetahuan yang menjadi keahliannya atau dicita-citakan untuk menjadi bidang keahliannya;
    3)    Kesenangan (hobi);
    4)    Bahasa sehari-hari dan bahasa asing yang dikuasai;
5)    Alat-alat audio-visual yang dimiliki di rumah atau biasa digunakan sehari-hari;
    6)    dan lain-lain yang dianggap penting bagi pengembangan desain instruksional.
b.    Berikanlah kuisioner tersebut kepada sejumlah sampel yang dapat mewakili populasi sasaran;
c.    Kumpulkan hasilnya.
5.   Analisislah hasil pengumpulan data butir 1 dan 2 atau butir 3 saja untuk menentukan perilaku awal yang telah dikuasai populasi sasaran. Kelompokkan perilaku yang mendapat nilai cukup dan di atasnya. Pisahkan dari perilaku yang masih sedang, kurang atau buruk.
6.    Buatlah garis batas antara kedua kelompok perilaku tersebut pada bagan hasil analisis instruksional untuk menunjukkan dua hal sebagai berikut:
a.     Perilaku-perilaku yang ada di bawah garis batas adalah perilaku yang telah dikuasai oleh populasi sasaran sampai tingkat cukup dan baik. Perilaku-perilaku ini tidak akan diajarkan kembali kepada siswa;
b.     Perilaku-perilaku yang ada di atas garis batas adalah perilaku yang belum dikuasai oleh populasi sasaran atau baru dikuasai sampai tingkat sedang, kurang, dan buruk. Perilaku-perilaku tersebut akan diajarkan kepada siswa.
7.    Susunlah urutan perilaku yang ada di atas garis batas untuk dijadikan pedoman dalam menentukan urutan materi pelajaran.
8.    Tafsirkanlah data tentang karakteristik siswa untuk menggambarkan hal sebagai berikut:
a.    Lingkungan budaya;
b.    Pekerjaan atau bidang pengetahuan yang menjadi keahlian;
c.    Kesenangan (hobi);
d.    Bahasa yang dikuasai;
e.    Alat audio visual yang dimiliki atau yang biasa digunakan sehari-hari;
f.    dan lain-lain.     
Data tentang karakteristik siswa disimpan dahulu untuk digunakan dalam menyusun strategi instruksional pada tahap selanjutnya.












BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
1. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa adalah pendekatan yang menerima siswa apa adanya dan menyusun sistem pembelajaran atas dasar keadaan siswa tersebut yang bertujuan untuk menentukan garis batas antara perilaku yang tidak perlu diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada siswa/peserta didik. Perilaku yang akan diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk tujuan instruksional khusus atau TIK.
2.     Kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa memberi manfaat:
a.    Untuk mengetahui kualitas perseorangan sehingga dapat dijadikan petunjuk dalam mendeskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran;
b.    Hasil kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa akan merupakan salah satu dasar dalam mengembangkan sistem instruksional yang sesuai untuk siswa.
3.     Cara melaksanakan identifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa adalah sebagai berikut:
a.    Dilakukan di waktu awal sebelum menyusun instruksional pengajaran;
b.    Teknik yang digunakan dapat dengan tes, interview, observasi, dan kuisioner;
c.    Dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran atau orang-orang yang dianggap paham dengan kemampuan siswa.

3.2 Saran
Guru kiranya dapat memahami dan memguasai pengetahuan kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa, serta dapat memanfaatkannya dalam penerapan pembelajaran atau selaku seorang perencana/perancang instruksional pengajaran.






DAFTAR PUSTAKA

Al-Barry, M.D.J, dkk. 2000. Kamus Ilmah Kontemporer. Bandung : Pustaka Setia.
Ibrrohim, D. 2011. Melakukan Analisis Pembelajaran. http://dudungabdu. wordpress.com/2011/12/09/2-melakukan-analisis-pembelajaran/ Diunduh 1 Pebruari 2014.
Ronkutus, Irfarazak. 2009. Karakteristik Siswa. <http://irfarazak.ngeblogs.com/ 2009/09/03/karakteristik-siswa>, download : 01/02/2014.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Group,.
Suparman,  Atwi. 2004. Desain Instruksional. Jakarta :  Universitas Terbuka.
Suparman,  Atwi. 2012. Desain Instruksional Modern. Jakarta :  PT. Gelora Aksara Pratama.
Syahidah, I. 2012. Analisis Pembelajaran dan Identifikasi Perilaku dan Karakteristik Siswa. http://syahidahidah81.blogspot.com/2012/01/analisis-pembelajaran-dan-identifikasi.html. Diunduh 1 Pebruari 2012.
Tadkiroatun Musfiroh. 2008. Identifikasi Perilaku dan Karakteristik Siswa. http://moeviccloes.blogspot.com/2010/10/identifikasi-prilaku-dan-karakteristik.html, download : 01/02/2014.






No comments:

Post a Comment