Saturday 13 September 2014

REVIEW BOOK “AT FIRST LOOK AT COMMUNICATION THEORY” Chapter 3 : Weighing The Words Autor : Em. Griffin, 2012 (8th ed)


REVIEW BOOK
“AT FIRST LOOK AT COMMUNICATION THEORY”
Chapter 3 : Weighing The Words
Autor : Em. Griffin, 2012 (8th ed)












Disusun oleh:

Candra Sihotang            (8136121004)


Dosen  Pengampu : Dr. Hamonangan Tambunan, M.Pd








PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2014
KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya berupa rahmat dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan review book dari buku yang berjudul “at First Look at Communication Theory Chapter 3 : Weighing The Words Karangan Em. Griffin, 2012 (8th ed)” sebagai tugas mata kuliah Teori Komunikasi.
    Terima kasih kami ucapkan kepada Dosen Pengampuh mata kuliah serta semua pihak yang telah ikut berpartisipasi secara langsung dan tidak langsung sehingga kami mampu menyelesaikan review book ini.
    Kami menyadari bahwa makalah ini mengandung kekurangan sekalipun telah diupayakan seoptimal mungkin oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi menghasilkan sebuah karya ilmiah yang jauh lebih baik.
    Semoga makalah ini memberikan manfaat dan menambah wawasan tentang penelitian bagi siapapun yang membacanya.


Medan, 26  April 2014


Tim Penulis










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR    ……………………………………………………………    i
DAFTAR ISI    ………………………………………………………………………    ii
BAB I    PENDAHULUAN    ………………………………………………………    1
    1.1 Latar Belakang    ………………………………………………………..    1
    1.2 Rumusan Masalah    ……………………………………………………    1
    1.3 Tujuan Penulisan    ….………………………………………………….    2
BAB II    PEMBAHASAN    …………………………………………..……….……    3
    2.1 Pendekatan-Pendekatan dalam Ilmu Komunikasi    ...........…………….    3
    2.2 Pemahaman Dasar Teori Komunikasi     ……….......……………………    5
    2.3 Perbedaan Pendekatan Objektif dengan Interpretif    ………..…...........    6
        2.3.1 Apa yang membuat teori objektif baik?    ………………………..    7
        2.3.2 Apa yang membuat teori interpretif baik?    ……….…………….    9
    2.4 Pertimbangan dan Dasar Umum Antara Teori    ……….……………..    12
BAB III    PENUTUP    ………………………………………………………………    14
    3.1 Simpulan    ………………………………………………………………    14
DAFTAR PUSTAKA    ……………..………………………………………………    15














BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam Buku At first Look at Communication Theory karya Em Griffin edisi 8 (2012) Bab 2 kita melihat dua pendekatan yang berbeda untuk teori komunikasi berdasarkan pendekatan obyektif dan interpretatif. Bagian ini merupakan tinjauan dasar dari pemetaan teori komunikasi berdasarkan lingkup penelitiannya. Tinjauan dasar mengantarkan pemahaman penelitian objektif dan subjektif. Pemahaman dasar teori komunikasi diutarakan mengenai pengertian teori dan kaitannya dengan pendekatan objektif dan subjektif dalam penelitian. Selanjutnya pemetaan teori memberikan gambaran mengenai tujuan tradisi penelitian dalam komunikasi yang dapat digunakan.
Pada Bab 3 “Wheighing the Words” memaparkan sejumlah keistimewaan dan kelebihan antara kedua perspektif tersebut sehingga jelas perbedaan antara teori yang dibangaun secara objektif maupun secara interpretif. Sebelum sampai pada pembahasan tentang keutamaan atau kelebihan dari objektif dan interpretif, dalam review book ini terlebih dahulu membahas mengenai pendekatan-pendekatan atau pandangan-pandangan dalam keilmuan yang berlaku di kalangan masyarakat akademis yang ada dalam Bab 2 buku At first Look at Communication Theory karya Em Griffin edisi 8 (2012). Hal ini penting karena pandangan-pandangan tersebut merupakan kerangka dasar dari berbagai teori yang ada dalam ilmu komunikasi.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah disampaikan di atas maka, yang menjadi rumusan permasalahan dalam review book ini adalah :
1.    Bagaimana pandangan Glenn dan Marty tentang pendekatan ilmu teori komunikasi?
2.    Apa arti toeri dalam ilmu komunikasi?
3.    Apa perbedaan antara teori objektif dengan Interpretif?


1.3 Tujuan Penulisan
Secara umum tujuan dari review book ini adalah untuk memberikan pemahaman mengenai pengertian dasar dari teori komunikasi dan perbedaan yang mendasar antara teori objektif dan interpretif dalam ilmu social. Sehingga setelah membaca review book ini, diharapkan dapat memahami mengenai:
1.    Pandangan Glenn dan Marty tentang pendekatan ilmu teori komunikasi?
2.    Arti toeri dalam ilmu komunikasi?
3.    Perbedaan antara teori objektif dengan Interpretif?






















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendekatan-Pendekatan dalam Ilmu Komunikasi
Dipergunakannya dua pendekatan dalam ilmu komunikasi “scientific” dan “humanistic” yang masing-masing berbeda prinsip karena yang menjadi objek studi dalam ilmu pengetahuan sosial adalah kehidupan manusia. Untuk memahami tingkah laku manusia diperlukan pengamatan yang cermat dan akurat. Untuk ini jelas bahwa pengamatan harus dilakukan seobjektif mungkin agar hasilnya dapat berlaku umum tidak bersifat kasus. Dengan kata lain, para ahli ilmu sosial, seperti halnya para ahli ilmu alam, harus mampu mencapai kesepakatan atau konsensus mengenai hasil temuan pengamatannya, meskipun kesepakatan/konsensus yang dicapai tersebut sifatnya “relatif” dalam arti dibatasi oleh faktor-faktor waktu, situasi dan kondisi tertentu.
Di samping faktor objektivitas, ilmu pengetahuan sosial juga mengutamakan faktor penjelasan dan interprestasi. Hal ini disebabkan oleh manusia yang jadi objek pengamatan adalah makhluk yang aktif, memiliki daya pikir, pengetahuan, memegang prinsip dan nilai-nilai tertentu, serta sikap tindaknya dapat berubah sewaktu-waktu. Oleh karena itulah maka interpretasi subjektif terhadap kondisi-kondisi spesifik tingkah laku manusia yang jadi objek pengamatan juga diperlukan guna menangkap makna dari tingkah laku tersebut. Sering kali perbuatan seseorang bersifat “semu” dalam arti tidak mencerminkan keinginan hati yang sebenarnya dari orang tersebut.
Dalam perkembangan ilmu komunikasi, pendekatan ilmu pengetahuan sosial secara umum terbagi dalam dua kubu: ilmu pengetahuan tingkah laku (behavioral science) dan ilmu pengetahuan sosial (social science). Kubu pertama umumnya menekankan pengkajiannya pada tingkah laku individual manusia, sedangkan kubu yang kedua pada interaksi antarmanusia. Perbedaan antara kedua kubu tersebut dasarnya hanya menyangkut aspek permasalahan yang diamati, sementara metode pengamatannya relatif sama.
Untuk memperjelas kedua pendekatan tersebut berikut ilustrasi dari dua akademisi dari dua perspektif tentang pendekatan dalam teori ilmu komunikasi.

Glenn : Sebuah Pendekatan Objektif
Pada awal mulanya para ilmuwan social ingin menjelaskan dan memprediksi perilaku manusia. Caranya mereka mengamati apa yang dilakukan oleh sejumlah orang, dengan mengidentifikasi dan membangun konstruk bagi sebuah teori relevan dengan pengamatan dari perilaku tersebut. Hal ini yang disebut Glenn menggunakan pendekatan objektif untuk melihat dan menguji fenomena social yang terjadi. Intinya Glenn menguji suatu teori apakah sesuai dengan hasil kajian yang diteliti ataukah tidak.
Pendekatan objektif bertujuan memperoleh teori-teori atau hukum-hukum hubungan kausalitas yang general yang memungkinkan peneliti melakukan prediksi dan pengendalian seperti yang dilakukan pada penelitian ilmu alam, penelitian kuantitatif berupaya membangun pemahaman dan penjelasan atas perilaku manusia sebagai mahluk social (Sendjaja, 2002)

Marty : Sebuah Pendekatan Subjektif Interpretif
Pendekatan objektif Glenn dan interpretative Marty merupakan contoh pendekatan ilmiah dalam ilmu komunikasi. Pendekatan yang mereka gunakan berbeda sejak awal penelitian, metode dan kesimpulan. Glenn adalah seorang ilmuan social yang mempertahankan objektivitas, sedangkan Marty adalah seorang retorikal kritis yang melakukan interpretif.
Penelitian interpretif bertujuan untuk memahami objek yang diteliti secara mendalam. Dimana pendekatan ini bertujuan untuk membangun ideografik dari body of knowledge, sehingga cenderung dilakukan tidak untuk menemukan hukum-hukum dan tidak untuk membuat generalisasi, melainkan untuk membuat penjelasan mendalam atas objek tersebut.
Para sarjana interpretif mencari kebenaran dengan sebaik mungkin. Mereka menyimpan kesimpulan sebagai sesuatu yang sifatnya tentative untuk menggambarkan realitas objektif. Mereka mempercayai, pada faktanya kebenaran lebih banyak subjektif daripada objektif. Sehingga ada catatan dari Anderson yang meneyebutkan bahwa “kebenaran adalah sebuah perjuangan, bukan sebuah status” (Griffin, Em :2012).
Ada hal yang kontras dari nilai utama bagi ilmuwan dan interpretif dengan menggunakan label objektif dan emansipasi. Profesor dari Universitas Colorado yaitu Stan Deetz membingkai isu tersebut dalam perbedaan. Dia mengatakan dalam setiap teori komunikasi umum selalu memiliki dua perioritas, yaitu efektivitas dan partisipasi. Efektifitas lebih focus pada keberhasilan menyampaikan informasi, ide dan makna termasuk juga persuasi. Partisipasi artinya seluruh poin diarahkan pada keputusan bersama dan setiap individu terbuka pad aide baru. Hal ini memungkinkan adanya oposisi, kebebasan dan perbedaan. Pertanyaannya mana yang harus diprioritaskan? Teori objektif lebih mengutamakan efektif dan kurang memperhatikan partisipasi. Teori Interpretif lebih cenderung focus pada partisipasi dan kurang memperhatikan efektifitas.

2.2 Pemahaman Dasar Teori Komunikasi
Griffin, Em (2012:4) mendefinisikan theory is a set of systematic, informed hunches about the way things work. Teori merupakan serangkat system yang abstrak berisi konsep yang mengindikasikan adanya hubungan antara konsep yang dibangun untuk memahami fenomena yang ada. Kemudian Jonathan H. Tunner mendefenisikan teori sebagai suatu proses membangun gagasan yang diikuti oleh suatu penjelasan mengapa dan bagaimana hal tersebut terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa teori merupakan proses yang sistematis tentang formulasi dan gagasan yang terorganisir untuk memahami suatu fenomena khusus.
Dari uraian pendekatan objektif, Glen seorang ilmuwan tentang perilaku manusia berjuang untuk mempertahankan gejala objektivitas. Glen memiliki moral kuat, religi yang teguh tetapi dia tidak ingin nilai pribadinya mempengaruhi realitas yang ada karena apa yang seharusnya dia pikirkan itulah yang akan dia lakukan. Dia mengalami frustasi ketika para ahli teori tidak mampu memperlihatkan bukti empiric terhadap apa yang diklaimnya.
Selanjutnya Marty peduli pada ideologinya seorang kritikus interpretif memiliki nilai social yang relevan dengan penelitian yang dimaksudkan untuk membebaskan orang dari tekanan seperti ekonomi, politik, agama, emosi dan lainnya. Marti sangat tertarik mengkaji pendekatan interpretif yang sangat membebaskan peneliti dari tawanan teori. Penganut interpretif melihat gejala fenomena social, budaya dengan apa adanya, termasuk gejala komunikasi.
Glenn dan Marty dapat sepakat untuk sifat alami dari pengetahuan, otonomi manusia dan nilai berharga. Glenn memulainya dengan mengadopsi sebuah teori dan mengujinya untuk melihat hal tersebut berlaku untuk setiap orang. Glen perlu “pembuktian” untuk melakukan generalisasi. Marty menggunakan teori untuk menciptakan keunikan komunikasi, dengan tidak mencoba untuk membuktikan sebuah teori. Namun hasil kajiannya dapat melahirkan teori-teori baru berdasarkan fenomena komunikasi yang terjadi.

2.3 Perbedaan Teori Objektif (scientific) dengan Interpretif (humanistic)
Bidang kajian ilmu komunikasi sebagai salah satu ilmu pengetahuan sosial, pada dasarnya difokuskan pada pemahaman tentang bagaimana tingkah laku manusia dalam menciptakan, mempertukarkan, dan menginterpretasikan pesan-pesan untuk tujuan tertentu. Namun, dengan adanya dua pendekatan (scientific dan humanistic) yang diterapkan muncul dua kelompok masyarakat ilmuan komunikasi yang berbeda, baik dalam spesifikasi objek permasalah yang diamatinya, maupun dalam hal aspek metodologis serta teori-teori dan model-model yang dihasilkannya. Kalangan ilmuan komunikasi yang mendalami bidang studi speech communication (komunikasi ujaran) umumnya banyak menerapkan metode aliran pendekatan humanistic. Teori-teori yang dihasilkannya pun lazimnya disebut sebagai teori retorika. Sementara para ahli ilmu komunikasi yang meneliti bidang-bidang studi lainnya, seperti komunikasi antarpribadi, komunikasi dalam kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi massa dan lain-lain, umumnya banyak menerapkan metode-metode pendekatan scientific. Teori-teori yang dihasilkannya biasanya disebut sebagai teori komunikasi (communication theory). Namun demikian, pengelompokan semacam ini sekarang ini sudah tidak jelas lagi. Karena dalam prakteknya, kalangan ilmuan mendalami bidang kajian komunikasi ujaran sering pula menerapkan pendekatan “scientific”. Sementara itu pendekatan-pendekatan “humanistic” juga banyak diterapkan dalam penelitian tentang masalah-masalah komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi massa, dan lain-lain.

2.3.1 Apa yang membuat teori objektif baik?
Pendekatan scientific ini disebut Obyektif atau sering disebut pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini sering dikatakan sebagai pendekatan ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya berdasarkan pandangan bahwa objek-objek, perilaku-perilaku dan peristiwa-peristiwa eksis di suatu dunia yang dapat diamati oleh pancaindra (penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan pembau), dapat dikur dan diramalkan.
Pendekatan Objektif  memandang bahwa kebenaran dapat ditemukan, jika seseorang dapat menyingkirkan campur tangan manusia ketika melakukan penelitian, dalam arti lain mengambil jarak dari objek yang diteliti, karena pendekatan ini lebih sistematis, terkontrol, empiris mengenai hubungan yang diasumsikan di antara fenomena alam.
Pendekatan obyektif juga cenderung menganggap manusia yang mereka amati sebagai pasif dan perubahannya disebabkan kekuatan-kekuatan sosial di luar diri mereka. Pendekatan ini juga berpendapat, hingga derajat tertentu perilaku manusia dapat diramalkan, meskipun ramalan tersebut tidak setepat ramalan perilaku alam. Dengan kata lain, hukum-hukum yang berlaku pada perilaku manusia bersifat mungkin (probabilistik). Misalnya, kalau mahasiswa lebih rajin belajar, mereka (mungkin) akan mendapatkan nilai lebih baik. Jadi apabila di pahami bahwa pendekatan objektif ini menganggap perilaku manusia dapat di bagi-bagi menjadi bagian yang independen, yang masing-masing bekerja secara sistematis.
Dalam penelitian, pendekatan objektif atau kuantitatif bertujuan untuk mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Dalam penelitian Objektif atau Kuantitatif yaitu, penelitian yang bersifat mengukur baik pengaruh maupun hubungan antar variabel. Pengaruh X terhadap Y, hubungan X dengan Y dan sebagainya.
Griffin, Em (2012) mengungkapkan ada enam standar ilmiah yang dimiliki dalam teori objektif, sehingga teori ini dikatakan baik  yaitu :
Standar Ilmiah 1: Penjelasan dari data-data
Sebuah teori obyektif yang baik menjelaskan suatu peristiwa atau perilaku manusia. Filsuf ilmu Abraham Kaplan mengatakan bahwa teori adalah cara untuk membuat perasaan keluar dari situasi yang mengganggu. Sebuah teori obyektif harus membawa kejelasan ke kondisi lain dan harus menarik keteraturan dari kekacauan.
Standard Ilmiah 2 : Memprediksi masa akan datang
Sebuah teori obyektif yang baik baik mampu memprediksi apa yang akan terjadi. Prediksi hanya mungkin bila kita berhadapan dengan hal-hal yang kita bisa melihat, mendengar, menyentuh, bau, dan rasa berulang-ulang. Seperti kita berulang kali melihat hal yang sama terjadi dalam situasi yang sama, kita mulai berbicara tentang pola tidak berubah-ubah atau hukum universal. Dalam dunia ilmu fisika, kita jarang malu. Obyek tidak memiliki pilihan tentang bagaimana menanggapi rangsangan.
Ilmu-ilmu sosial adalah masalah lain. Meskipun teori-teori tentang perilaku manusia sering melemparkan prediksi mereka dalam hal sebab- akibat, kerendahan hati tertentu pada bagian dari teori yang disarankan. Bahkan teori terbaik mungkin hanya dapat berbicara tentang orang-orang pada umumnya, bukan hal tentang spesifik individu - dan ini hanya dalam probabilitas dan kecenderungan, bukan kepastian yang mutlak.
Standar Ilmiah 3 : Relatif sederhana
Sebuah teori objektif yang baik adalah sesederhana. Einstein mempraktekkan apa yang ia temukann. Rumus elegan ( E = mc2 ) menjelaskan hubungan antara energi, massa, waktu, dan kecepatan cahaya dengan hanya menggunakan tiga istilah, tapi relatif sederhana tidak berarti mudah dimengerti. Fisikawan dilatih mengakui mereka masih berjuang untuk sepenuhnya memahami teori relativitas. Teori yang pelit bukan karena itu adalah no- brainer, tapi karena tidak membawa bagasi asing teori saingan membawa ketika mereka mencoba untuk menjelaskan mengapa waktu masih berdiri ketika Anda mendekati kecepatan cahaya.
Standard Ilmiah 4 : Hipotesisnya dapat diuji
Sebuah teori objektif yang baik adalah dapat diuji. Jika prediksi yang salah, harus ada cara untuk menunjukkan kesalahan. Karl Popper menyebut ini adalah salah satu keutamaan dari pendekatan secara ilmiah. Tetapi beberapa teori yang menyatakan bahwa tidak mungkin untuk membayangkan hasil empiris yang bisa menyangkal hipotesis mereka . Dan jika tidak ada cara untuk membuktikan teori yang salah, maka aka nada klaim bahwa hal itu benar tetapi nampaknya palsu.

Standar ilmiah 5 : Mudah digunakan
Seiring waktu, teori objektif yang baik harus berguna. Karena tujuan dari ilmu sosial adalah untuk membantu orang memiliki kontrol lebih besar atas kehidupan sehari-hari, dan teori harus mampu menguntungkan dari hasil kesimpulann.
Standard Ilmiah 6 : Penelitian Kuantitatif
Para ilmuwan cenderung untuk menggunakan angka-angka untuk mengumpulkan bukti mendukung teori mereka . Hampir semua penelitian dengan pendekatan secara ilmiah tergantung pada perbandingan perbedaan, kelompok ini dibandingkan dengan kelompok, pengobatan ini sebagai lawan pengobatan itu, hasil ini dibandingkan hasil tersebut. Karena teori obyektif bertujuan untuk mencerminkan realitas, masuk akal bagi mereka untuk mengukur dan melaporkan apa yang mereka temukan dalam hal numerik yang tepat bukan dalam hal linguistik, yang terbuka untuk interpretasi.

2.3.2  Apa yang membuat teori prespektif baik?
Presfektif Subjektif atau sering disebut pendekatan kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kaasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.
Pendekatan Subyektif cenderung memandang manusia yang mereka amati sebagai aktif, dinamis, serta mampu melakukan perubahan lingkungan di sekeliling mereka, karena manusia berbeda dengan benda Kennetth Burke mengatakan bahwa benda hanya bergerak dan manusia tidak hanya bergerak tetapi juga bertindak. Kaum subjektivis menjelaskan makna perilaku dengan menafsirkan apa yang orang lakukan. Interpretasi atas perilaku ini tidak bersifat kausal, dan tidak bisa dijelaskan melalui generalisasi seperti yang dilakukan kaum objektivis.
Fokus perhatian kaum subjektivis adalah bagian perilaku manusia yang disebut tindakan (action), bukan sekedar gerakan tubuh, yang mencakup ucapan, bukan dengkuran; melompat bukan tejatuh; bunuh diri, bukan sekedar kematian. Jadi jelas bahwa manusia berbeda dengan hewan, tumbuhan, benda, karena manusia mempunyai pikiran, kepercayaan, keinginan, niat, maksud, dan tujuan. Semua hal itu memberi makna kepada kehidupan dan tindakan mereka, dan membuat kehidupan dan tindakan tersebut dapat dijelaskan.
Menurut pandangan subjektif, realitas sosial adalah suatu kondisi yang cair dan mudah berubah melalui interaksi manusia yang dijalani sehari-hari, dan manusialah yang menciptakan struktur bukan struktur yang menentukan perilaku.
Dalam penelitian, pendekatan subjektif atau kualitatif tidak akan mengukur pengaruh dan hubungan antar variabel sebagaimana dalam penelitian objektif, tetapi lebih kepada mengembangkan konsep, memberikan realitas ganda, menciptakan teori dasar (grounded theory), dan mengembangkan pemahaman.
Contoh Penelitian: “Strategi Komunikasi Pemasaran pada Media Online Detik.com dalam Memperoleh Iklan dari Perusahan Multinasional”.
Griffin, Em (2012) mengungkapkan ada enam standar ilmiah yang dimiliki dalam teori interpretif, sehingga teori ini dikatakan baik  yaitu :
Standar  Interpretasi 1 : Pemahaman baru dari orang
Teori interpretatif dikatakan  baik ketika mampu menawarkan pengetahuan yang baru dari kondisi manusia. Kritik retoris, etnografer, dan peneliti humanistik lainnya berusaha untuk mendapatkan pemahaman baru dengan menganalisis aktivitas yang mereka anggap sebagai interaksi unik manusia. Berbeda dengan teori-teori ilmu sosial yang mencoba untuk mengidentifikasi pola-pola komunikasi umum untuk semua orang, seorang sarjana interpretif biasanya memeriksa sebuah komunitas satu pesan yang menunjukkan gaya bahasa tertentu. Dengan menganalisis praktek komunikasi kelompok ini, peneliti berharap untuk mengembangkan pemahaman tentang pengetahuan lokal atau aturan yang unik untuk berinteraksi. Teori interpretif adalah alat untuk membantu pencarian ini makna baru.
Standar Interpretasi 2 : Klarifikasi Nilai
Sebuah teori interpretif  yang baik membawa nilai-nilai kenaikan dari masyarakat. Teori secara aktif berusaha untuk mengaku , mengidentifikasi, atau membuka kedok ideologi di balik pesan di bawah pengawasan.



Standar Interpretasi 3 : Bernilai estetika
Teori ini menyajikan ide-ide dengan menangkap imajinasi pembaca seperti halnya kebijaksanaan dan keaslian teori ia telah dibuat. Seperti halnya jenis komunikasi, baik isi dan gaya membuat perbedaan. Tujuan teori dibatasi oleh format standar untuk diterima ilmiah menulis - proposisi, hipotesis, konstruksi dioperasionalkan, dan sejenisnya. Tapi teori interpretif memiliki lebih banyak ruang untuk kreativitas, sehingga estetika menjadi masalah. Meskipun keanggunan teori ada di mata yang melihatnya, kejelasan dan kesenian tampaknya menjadi dua kualitas yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan estetika ini.
Interpretasi Standar 4 : Persetujuan dari kelompok
Kita dapat mengidentifikasi sebuah teori interpretif yang baik melalui sejumlah dukungan yang dihasilkannya dalam komunitas yang tertarik dan berpengetahuan dalam jenis komunikasi yang sama. Interpretasi makna adalah subyektif, tapi apakah kasus penafsir wajar atau benar-benar diputuskan oleh orang lain dalam kajiannya. Penerimaan atau penolakan mereka adalah fakta obyektif yang membantu memverifikasi atau menjelekkan gagasan seorang ahli teori ini.
Kadang-kadang teori interpretif menyajikan tesis kontroversial untuk penonton dibatasi untuk benar percaya - mereka yang sudah setuju dengan posisi penulis . Tapi teori interpretif tidak dapat memenuhi komunitas standar perjanjian kecuali jika ia menjadi subyek analisis yangluas. Sebagai contoh, mantan presiden Asosiasi Komunikasi Nasional David Zarefsky memperingatkan bahwa validitas retoris dapat dibentuk hanya ketika suatu karya diperdebatkan di pasar luas. Untuk Northwestern University retoris kritikus ini , argumen suara berbeda dari yang tidak sehat dalam bahwa " argumen suara yang ditujukan kepada khalayak umum pembaca kritis, tidak hanya untuk para penganut tertentu ' sekolah ' atau perspektif . . . . Mereka membuka proses penalaran mereka sendiri untuk pengawasan.
Standar Interpretasi 5 : Perubahan pada masyarakat
Sebuah teori interpretif yang baik sering menghasilkan perubahan. Beberapa sarjana interpretif, namun tidak berarti semua, tidak puas hanya untuk menafsirkan makna yang dimaksudkan dari teks. Berlawanan dengan gagasan bahwa kita dapat mengabaikan seruan untuk keadilan sosial atau emansipasi hanya sebagai retorika, penafsir kritis adalah reformis yang bisa berdampak pada masyarakat. Mereka ingin mengekspos dan secara terbuka menolak ideologi yang menembus kebijaksanaan diterima dari suatu budaya .
Standar Interpretasi 6: Penelitian Kualitatif
Sementara para ilmuwan menggunakan angka untuk mendukung teori mereka, ahli interpretif menggunakan kata-kata. Itulah perbedaan mendasar antara penelitian kuantitatif dan kualitatif. Sebagai editor dari Buku Pegangan Penelitian Kualitatif menggambarkan proses, "para peneliti kualitatif mempelajari hal-hal dalam pengaturan alam mereka, berusaha untuk memahami, atau untuk menafsirkan, fenomena dalam hal orang makna membawa kepada mereka.
Alat kualitatif interpretatif sarjana termasuk wawancara, kelompok fokus, teks visual, artefak, dan introspeksi. Tapi analisis tekstual dan etnografi adalah dua metode yang paling sering digunakan untuk mempelajari bagaimana manusia menggunakan tanda-tanda dan simbol-simbol untuk menciptakan dan menyimpulkan makna.

2.4 Pertimbangan dan Dasar Umum Antara Teori
Sepanjang bab 3 Wheghing the Words buku at first Look at Communication Theory karya Em Griffin edisi 8 (2012) telah banyak menjelaskan langkah-langkah terpisah untuk menimbang manfaat teori obyektif dan interpretatif. Itu karena dua set kriteria mencerminkan pola pikir yang berbeda dari para ilmuwan dan sarjana interpretatif seperti diuraikan dalam Bab 2. Mungkin bidang penilaian kepribadian menawarkan cara untuk memahami betapa dalamnya perbedaan-perbedaan ini dijalankan.
Sense adalah salah satu cara untuk "mencari tahu" adalah dengan menggunakan fungsi penginderaan Anda. Mata, telinga, dan indera lainnya memberitahu Anda apa yang sebenarnya ada dan benar-benar terjadi, baik di dalam maupun di luar diri Anda. Sensing sangat berguna untuk menghargai realitas situasi.
Intuisi. Cara lain untuk "mencari tahu" adalah melalui intuisi, yang mengungkapkan makna, hubungan, dan kemungkinan-kemungkinan yang melampaui informasi dari indra Anda. Intuisi melihat gambaran besar dan mencoba untuk memahami pola-pola penting.
Ini adalah perbedaan yang membuat berbeda. Sulit membayangkan dua teori menjadi terbelah  jika meremehkan titik awal, metode, dan kesimpulan. Apakah itu berarti mereka tidak bisa berteman? Belum tentu.
Berikut alasan untuk saling menghargai antara objektif dan interpretif dapat dilihat pada perbandingan table berikut. Grafik menunjukkan bahwa standar yang ditetapkan oleh para ilmuwan dan kriteria evaluatif yang digunakan oleh teoretisi interpretif berbagi beberapa kesamaan dengan objektif. Berikut adalah hubungan antara interpretif dengan objektif :
1.    Penjelasan tentang perilaku komunikasi dapat menyebabkan pemahaman yang lebih lanjut dari motivasi masyarakat.
2.    Kedua-duanya memprediksi dan mengklarifikasi nilai untuk melihat ke masa depan. Pertama menunjukkan apa yang akan terjadi; kedua, apa yang seharusnya terjadi.
3.    Bagi banyak siswai, kesederhanaan memiliki daya tarik estetika.
4.    Pengujian hipotesis adalah cara untuk mencapai sebuah komunitas perjanjian.
5.    Apa yang bisa lebih praktis daripada teori bahwa reformasi praktik yang tidak adil?
6.    Baik penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif berkomitmen untuk mempelajari lebih lanjut tentang komunikasi
Setidaknya, dua komunitas ilmiah harus memiliki keakraban dengan pekerjaan masing-masing. Itulah salah satu alasan untuk menyajikan kedua teori obyektif dan interpretif dalam buku tersebut.










BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara umum, pemahaman terhadap perbedaan penelitian kualitatif dan kuantitatif dapat dilihat dari perbedaan penting antara pendekatan interpretive dan objective untuk ilmu komunikasi yang tersaji pada bagian berikut ini (Griffin, Em, 2012)
Seperti halnya peneliti yang menggunakan pendekatan pendekatan objektif, pendekatan interpretif dipergunakan untuk menjajaki dan menemukan kebenaran. Namun, pengguna pendekatan interpretif cenderung melihat kebenaran sebagai sesuatu yang tentative dalam mengungkap realitas objektif. Dasar dari pandangan mereka tentang kebenaran adalah sebagai sesuatu yang subjektif sehingga makna yang dilihat darinya bersifat interpretif. Dilain pihak, kebenaran dalam pandangan pengguna pendekatan objektif bersifat tunggal. Mereka memiliki keyakinan bahwa bila satu prinsip kebenaran berhasil dipetakan dan divalidasi, hal ini akan berlangsung untuk seterusnya sepanjang kondisinya tetap.
Pendekatan interpretif banyak dipakai para humanis dan pendekatan objektif dianut oleh kelompok behavioral. Menurut humanis, kebanaran adalah sesuatu yang melekat secara unik pada tempat, waktu dan komunitas tertentu atau dengan kata lain, kebenaran memiliki banyak makna. Sedangkan kelompok behavioralis menganggap kebenaran dapat diperlakukan secara umum karena bermakna tunggal.










DAFTAR PUSTAKA

Griffin, E. (2012) A First Look at Communication Theory (th ed). Boston, MA : McGraw Hill.

Mulyana, Deddy. 2008. Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sendjaja, Sasa Djuarsa. 2002. Teori Komunikasi. Jakarta : Universitas Terbuka.





No comments:

Post a Comment